Daging aqiqah, persoalan dan solusi jawabanya. Banyak dari kalangan kaum muslimin yang masih bingung tentang pembagian, bolehkah memakannya bagi fihak yang memiliki hajatan. Berikut uraian lengkapnya, yang sebagian kami ambil dari refrensi terpercaya.
Bolehkah daging aqiqah dimakan atau dinikmati oleh empunya hajat?
Bagaimanakah hasil aqiqah dimakan dan dibagi? Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, ulama pakar fikih abad ini pernah diajukan pertanyaan tersebut. Beliau rahimahullah menjawab,
فإنه يأكل منها ويهدي ويتصدق ، وليس هنالك قدر لازم اتباعه في ذلك ، فيأكل ما تيسر ، ويهدي ما تيسر ، ويتصدق بما تيسر ، وإن شاء جمع عليها أقاربه وأصحابه ، إما في البلد وإما خارج البلد ، ولكن في هذه الحال لابد أن يعطي الفقير منها شيئاً . ولا حرج أن يطبخها ويوزعها بعد الطبخ أو يوزعها وهي نية ، والأمر في هذا واسع ” انتهى .
“Hendaknya daging aqiqah dimakan sebagiannya. Sebagiannya lagi dihadiahkan dan disedekahkan. Adapun kadar pembagiannya tidaklah ada kadar tertentu. Yang dimakan, yang dihadiahkan dan yang disedekahkan dibagi sesuai kemudahan. Jika ia mau, ia bagikan pada kerabat dan sahabat-sahabatnya. Boleh jadi pembagiannya tersebut di negeri yang sama atau di luar daerahnya. Akan tetapi, mestinya ada jatuh untuk orang miskin dari daging aqiqah tersebut. Tidak mengapa juga daging aqiqah tersebut dimasak (direbus) dan dibagi setelah matang atau dibagi dalam bentuk daging mentah. Seperti itu ada kelapangan.” (Fatawa Nur ‘ala Ad-Darb, 5: 228).
Dari fatwa Syaikh Ibnu ‘Utsaimin di atas ada isyarat bahwa daging aqiqah ternyata boleh dimakan oleh empunya hajat. Sebagiannya lagi disedekahkan dan dihadiahkan. Wallahu a’lam bish shawwab. Wallahu waliyyut taufiq.
Pembagian daging aqiqah untuk masyarakat atau tetangga
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah dalam kitabnya “Tuhfathul Maudud” hal.51-52, berkata : “Aqiqah merupakan salah satu bentuk ibadah (taqarrub) kepada Allah Ta’ala. Barangsiapa menjual daging sembelihannya sedikit saja maka pada hakekatnya sama saja tidak melaksanakannya. Sebab hal itu akan mengurangi inti penyembelihannya.
Dan atas dasar itulah, maka aqiqahnya tidak lagi sesuai dengan tuntunan syariat secara penuh sehingga aqiqahnya tidak sah. Demikian pula jika harga dari penjualan itu digunakan untuk upah penyembelihannya atau upah mengulitinya” [lihat pula “Al-Muwaththa” (2/502) oleh Imam Malik].
ORANG YANG AQIQAH BOLEH MEMAKAN, BERSEDEKAH, MEMBERI MAKAN, DAN MENGHADIAHKAN DAGING SEMBELIHANNYA, TETAPI YANG LEBIH UTAMA JIKA SEMUA DIAMALKAN.
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah dalam kitabnya “Tuhfathul Maudud” hal.48-49, berkata : “Karena tidak ada dalil dari Rasulullah tentang cara penggunaan atau pembagian dagingnya maka kita kembali ke hukum asal. Yaitu seseorang yang melaksanakan aqiqah boleh memakannya, memberi makan dengannya. Bersedekah dengannya kepada orang fakir miskin atau menghadiahkannya kepada teman-teman atau karib kerabat.
Akan tetapi lebih utama kalau diamalkan semuanya. Karena dengan demikian akan membuat senang teman-temannya yang ikut menikmati daging kambing tersebut, berbuat baik kepada fakir miskin, dan akan memuat saling cinta antar sesama teman. Kita memohon taufiq dan kebenaran kepada Allah Ta’ala”. [lihat pula “Al-Muwaththa” (2/502) oleh Imam Malik].
Barokallohufiik…